CERITA
PENDEK
Mata Kuliah : Keterampilan Dasar Berbahasa
Dosen Pengampu :
Dra. Resnani, M.Si.
Oleh :
IRMA
NUR ANISAH A1G015021
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2016
BUKAN TENTANG HUJAN
Hari
itu, untuk kesekian kalinya aku benci hujan. Aku tau semua tentang hujan,
tentang rindu yang kau titipkan, tentang rasa yang kau hapus lewat tetesan,
tentang kepastian yang kau janjikan yang sampai sekarang tak ku lihat
tanda-tanda kau akan datang. Dalam rinainya aku punya banyak kenangan, dan kamu
adalah alasanku tak suka hujan.
~***~
Namaku
Nayla Anindyta, mendapatkan kesempatan untuk duduk di sekolah favorit adalah
impianku sejak lama. Tak ada yang sia-sia selama ini aku dipaksa untuk belajar
oleh kedua orangtuaku, sekarang aku rasakan betapa hebat manfaatnya. Badanku
gemetar dan tak dapat kubendung air mata bahagia yang keluar dari mataku
melihat namaku menjadi urutan teratas dalam papan nilai hasil ujian. Nilai
kelulusan yang keluar bulan lalu itu berhasil membuat kedua orangtuaku
tersenyum bangga padaku.
“Undangan untuk masuk SMAN 1 Argamakmur”
bacaku dalam hati. Antara percaya dan tidak percaya tapi aku telah berhasil
mewujudkan satu impianku untuk masuk dalam sekolah menengah atas terfavorit itu.
Aku tak ingin ini menjadikan aku berbangga hati, perjalanan untuk mengejar
cita-cita masih sangat jauh dan ini baru awal aku memulai. Bersekolah di kota
mengharuskan aku untuk jauh dari keluarga. Hidup di perantauan bukanlah hal
mudah yang harus aku jalani. Sikap manja yang telah lama melekat dalam diriku,
perlahan akan kuhilangkan sebab aku akan terbiasa melakukan segala sesuatunya
sendiri. Jauh dari orangtua membuatku paham arti sebuah rindu.
Dering
alarm lebih awal dari biasanya, aku bergegas untuk menyiram tubuhku yang
biasanya tak ku lakukan sepagi ini. Kemudian kupakai seragamku lalu ku semprot
dengan wewangian bunga mawar dari parfum baruku. Pagi yang beda, awan cerah bersinar
menari-nari, kulihat matahari tersenyum menyambut hari baruku, kubalas
senyumnya lalu aku berjalan menuju sekolah baruku. Selamat Datang di SMA 1 Argamakmur.
Ada
rasa tak biasa memasuki dunia pendidikan yang asing bagiku, ku mantapkan
langkahku tertuju pada cita-cita yang sekarang ada di 5cm depan keningku. Di bangunan tua ini aku akan menyerahkan
segala akal dan otakku, sepenuhnya ku serahkan diriku untuk masa depanku. Akan
kumulai dengan awal yang baik lalu ku ukir kenangan manis dalam tiga tahun ini.
Cerita-cerita sekolah tak akan aku sia-siakan begitu saja.
Hari
baru, wajah baru, semangat baru, teman baru dan semua yang serba baru dalam
hidupku. Aku nikmati waktu yang berlalu tanpa kulewatkan sedetikpun, melawan
rasa malasku untuk datang ke sekolah. Aku tak begitu menyukainya, ternyata
sekolah menengah atas tak seperti ekspektasiku sebelumnya. Teman yang tak
seakrab ketika aku masih SMP dulu, lingkungan yang asing dan tak menyenangkan.
Ahh aku sangat bosan.
Satu
semester berlalu aku merasakan ada yang berubah pada diriku. Tidak lagi dapat
mengendalikan rasa malas membuat nilaiku buruk semester ini. Bahkan ketika
penerimaan raport yang pertama kalinhya, aku hanya bisa tertunduk menyesalinya.
Nasi telah menjadi bubur, ini adalah akibat dari kelalaian. Untuk pertama
kalinya aku mengecewakan kedua orangtuaku. Bagaimana tak berat rasanya ketika
aku harus menerima kenyataan aku berada di urutan ke lima di kelasku, sedangkan
sejak masuk sekolah dasar sampi lulus sekolah memengah pertama aku tak pernah
keluar dari juara pertama.
“Maafkan
aku Bu, aku mengecewakanmu” Aku menangis memberikan hasil akhir itu pada ibuku.
Ibu hanya tersenyum menguatkan aku dengan nasihat-nasihatnya. Aku tau dia
menyayangiku, dan dia akan mengerti keadaanku.
“Tidak
ada yang salah darimu, kamu telah berusaha kan? Semester depan kamu harus lebih
giat ya” katanya menenangkanku. Aku hanya mengangguk, betapa beruntungnya aku
mempunyai ibu berhati malaikat sepertinya.
Memasuki semester dua aku mulai
mengubah pola belajarku agar aku dapat meningkatkan hasil belajarku. Enam bulan
berlalu aku mulai mengenal banyak teman dan sahabat untuk saling berbagi. Aku
merasakan perubahan yang besar terjadi padaku yang sekarang aku mulai berani
melawan rasa malasku, aku mulai sering membuka lembar buku pelajaranku, aku
selalu bersemangat setiap kali datang ke sekolah dan aku tau ini karena rasa
yang tumbuh dalam hatiku, tentang Farel.
Farel Herlambang adalah lelaki yang berhasil
mengubahku menjadi lebih baik. Bagiku Farel adalah yang terbaik dari yang
paling baik. Kekasih, sahabat, teman, musuk, kakak, adik, menjadi semuanya
telah aku rasakan bersamanya. Aku mengenalnya sengaja dengan cara yang
sederhana lalu aku dibuatnya jatuh cinta dan aku menyanggupi untuk berjanji
mendampinginya. Farel adalah penutup ketidaksempurnaanku. Sejak aku mengenalnya,
aku merasa lebih baik dari sebelumnya. Belajar bersama, menciptakan hal indah
dan membuat kenangan-kenangan yang tak terlupa. Awalnya aku takut hubunganku
dengan Farel akan diketahui oleh ibuku, tapi diluar dugaan Ibu mengijinkan aku
selagi itu meningkatkan motivasi belajarku.
Hasil
akhir semester kedua aku berhasil meningkatkan prestasiku begitupun dengan
semester tiga, empat, dan lima. Nilaiku tak lagi mengecewakan dan aku
merasakannya. Benar kata orang, cinta dapat merubah segalanya dan sekarang
cinta telah mengubahku menjadi luar biasa. Hubunganku dengan Farel semakin
dekat terlebih ketika aku merasakan bertapa hangat kasih sayang yang tulus dia
berikan. Menerimaku apa adanya dan mendukung apapun yang kulakukan membuatku
jatuh cinta padanya setiap hari. Tak seharipun kulewati tanpa Farel, dan dia
tak pernah lalai mengingatkanku untuk belajar lalu menyembah pada Sang
Pencipta.
Tidak
terasa ini adalah hari-hari terakhir di sekolah menengah atas. Semester akhir
adalah menyebalkan bagiku ketika aku harus memusingkan kelanjutan study ku, belum lagi jadwal yang padat
dan konsentrasi yang harus kutingkatkan untuk menghadapi ujian nasional. Tiga
tahun sudah aku lewati masa-masa terindah dalam hidup, yaitu masa-masa di
sekolah. Kisah paling indah yang hanya akan kurasakan sekali seumur hidup,
menemukan cinta ala kadarnya anak SMA.
“Aku
tak akan menghubungimu” kata Farel mengagetkanku.
“Mengapa
mendadak seperti ini? Adakah yang salah padaku sampai kau tak mau
menghubungiku?” jawabku dengan nada rendah pertanda aku tak mengerti apa yang
terjadi.
“Kita
akan fokus pada ujian minggu depan, dan aku tak ingin mengganggumu. Aku tak
ingin merusak nilaimu dan nilaiku. Sekarang kita harus belajar demi masa depan
kita masing-masing. Aku bukan pergi, aku hanya ingin mengerti. Selepas ujian
itu, aku akan menghubungimu lagi dan kita akan bersama seperti dulu.” Jawabnya
meyakinkanku.
“Baiklah
aku mengerti” Aku mengangguk mengerti apa yang Farel katakan. Aku memang harus
fokus pada ujianku. Aku tak ingin hasilnya akan buruk dan aku harus jadi yang
terbaik. Hari-hari menjelang ujian aku fokuskan pada belajarku tanpa ada
gangguan dari dering handphone ku.
Semangatku tergugah ketika aku ingat kata-kata yang Farel ucapkan. Aku
benar-benar merasa beruntung memilikinya.
Enam
hari berlalu masa kritis telah kulewati. Ujian yang selama ini menjadi momok
dalam sekolah sekarang telah selesai dan menunggu hasil akhir menentukan
kelulusanku. Ku tatap layar handphone
ku dan kulihat satu pesan masuk.
“Hai
manis, ujiannya lancar kan? Semoga hasilnya memuaskan ya.” Kata Farel merayu.
“Semoga
saja, aku selalu berdoa pada Tuhan untuk kebaikan kita.” Balasku sambil
tersenyum. Dia selalu punya cara untuk membuatku jatuh cinta. Seperti burung
dalam sangkar yang dilepas ke hutan liar, aku merasakan kebebasan usai menyelesaikan
sekolah menengah atasku. Bukan berarti aku tak punya beban, masih ada masa
depan yang harus kupikirkan. Setelah ini kemana aku akan melangkah? Aku tak tau
harus kemana. Niat dan cita-citaku menjadi terombang ambing sekarang.
Aku
memutuskan untuk mendaftar di Universitas Negeri yang ada di kotaku. Jurusan
yang aku pilihpun tak sesuai dengan kemauanku, ini adalah kemauan orang tuaku
dan aku harus menurutinya. Keinginan untuk kuliah di luar kota nampaknya harus
kulupakan saja. Sedih rasanya ketika aku mengetahui Farel mendaftarkan dirinya
di universitas luar kota itu berarti aku akan terpisah dengannya. Hmm, aku tau
ini demi cita-cita.
Hari
perpisahan dan kelulusan adalah hari menyenangkan yang sangat ditunggu-tunggu
semua siswa. Aku menyukainya, tapi dilain sisi aku merasakan kesedihan ketika
aku harus berpisah dengan sahabat-sahabatku dan juga Farel. Berakhir sudah masa
terindah dalam hidup yang tak akan terulang kedua kali, setelah ini akankah ada
reuni? Atau kita akan sibuk dengan masa depan masing-masing dan tak saling
mengingat? Ahh sangat buruk jika dibayangkan. Dihari perpisahan aku dan Farel
tak ingin melewatkannya untuk foto bersama, untuk dijadikan sebagai sebuah
kenangan indah yang akan kulihat nanti jika aku dewasa. Kabar “LULUS” adalah
kabar yang sangat dinantikan. Kemudian aku dan teman-teman mengucapkan selamat
dan selamat tinggal satu sama lain.
Tak
lama setelah kelulusan, kabar baik kembali kuterima. Aku diterima di
Universitas yang aku inginkan, itu berarti aku akan memasuki bangku perkuliahan
yang menyenangkan seperti yang sering kutonton di drama televisi. Kuberitahukan
berita ini kepada Farel dengan senang diucapkannya selamat padaku.
Sepertinya
malam ini hujan akan turun, tapi Farel memintaku untuk bertemu dengannya. Aku
datang ke alun-alun kota dan kulihat Farel sudah menungguku di sana sepertinya
sudah lama.
“Maaf
terlambat datang, tumben kamu mengajakku kemari ada apa?” tanyaku kepada Farel.
“Ada
yang ingin aku jelaskan, duduklah” Jawabnya pelan seolah menahan beban yang
akan dia katakan. Aku semakin penasaran, apa yang terjadi sebenarnya lalu aku
duduk di sampingnya.
“Aku
diterima di Universitas luar kota. Itu berarti dalam waktu dekat aku akan
meninggalkanmu dan kita akan terpisah. Aku tau ini berat bagiku dan berat
bagimu, tapi aku harus pergi. Kamu tau ini yang aku dan orangtuaku inginkan
kan? Aku pergi bukan berarti aku tak setia, aku pergi untuk cita-cita. Maaf
bila kita harus berpisah, relakanlah mungkin ini sudah takdirnya.” Katanya
dengan mata berkaca-kaca.
“Emm
iya aku bisa menerimanya, aku turut bahagia. Selamat ya.” Aku memberikan
selamat padanya dengan air mata yang tak dapat kubendung lagi. Aku memang tak
menginginkan Farel untuk pergi tapi jika ini yang terbaik untuknya aku akan
menerimanya. Aku menundukkan kepalaku lalu Farel merangkulku.
“Percayalah,
aku akan kembali secepatnya. Aku tak akan meninggalkanmu dan aku akan selalu
ada untukmu meski aku jauh. Kita tak akan terpisah kan kan? Rasa sayangku
padamu tak akan berkurang sedikitpun dan aku tau kita akan kuat melawan rasa rindu
dengan jarak yang memisahkan. Aku akan pulang secepatnya dan membuatmu bangga, percayalah.
Aku berjanji padamu.” Dengan berlinang air mata Farel mengucapkan janjinya
bersamaan dengan hujan yang mengguyur kami berdua. Aku masih menangis dalam
pelukannya.
Aku
harus menerima kenyataan untuk berpisah dengannya. Farel membuatku mampu bertahan
sejauh yang tak pernah kuduga sebelumnya, dan sekarang dia meninggalkanku demi
masa depannya. Terpisah 712 km bukan hal yang mudah kujalani. Terbiasa melewati
hari-hari bersama lalu membiasakan sendiri mengerjakan hal-hal yang sulit
sekalipun adalah menyedihkan. Menghindari rasa iri melihat yang lain bahagia
dengan kekasih disamping mereka, sedang aku hanya diam menahan rindu yang
semakin hari semakin menggunung. Setiap hari aku hanya mendengar janji
kepulangannya yang sampai sekarang belum ada nyatanya.
Awalnya
sulit, tapi aku akan terbiasa dengan sendiriku, terbiasa dengan rinduku. Dering
telephone yang membuatku selalu tersenyum mengawali pagi, Farel selalu
menceritakan apa yang dialaminya lewat mimpi dengan tawa canda yang menghiburku
dalam sendiri. Hanya berjumpa via suara dan aku selalu menunggu saat akan
berjumpa dengannya, itu dulu. Farel adalah sosok yang selalu aku rindukan
kepulangannya. Sekarang, Farel menjadi asing yang jarang kudengar kabarnya.
Berusaha memahami kesibukan tumpukan tugas kuliahnya selalu aku lakukan namun
aku sendiri yang tak dapat menahan sepinya sendiri dalam rindu sampai aku
berani keluar dari zonaku untuk mencari bahagia yang mungkin akan kutemui
dengan teman-temanku.
Menghibur
diri sendiri bukanlah mudah, setiap hari yang harus kulewati tanpa Farel
semakin kosong. Aku percaya Farel ada dan masih dengan rasa yang sama, tapi aku
tak bisa menahan untuk tidak merindukannya. Berat mengaku jika aku kuat dengan
memikul beban rindu yang ada tapi aku tak bisa apa-apa, bukankah semua terlalu
indah jika aku harus meninggalkannya. Kurasa menjalani hubungan jarak jauh
memang bukan perkara mudah, mempercayai tanpa melihat satu sama lain,
meyakinkan dalam diri jika sosok itu ada namun tiada.
Aku
tak yakin sampai berapa lama rasaku terhadap Farel akan bertahan, melawan jarak
ratusan kilometer dan kabar burung yang buruk selalu terdengar tentangnya. Aku
tak yakin aku mampu melawan badai-badai ringan yang mencoba menggoyahkan
hubungan, namun Farel selalu punya cara untuk meyankinkanku. Bukan jarang aku
berfikir ingin ku akhiri saja semuanya sebelum terlalu lama, untuk apa terus
bersama tapi tak pernah ada, untuk apa menjaga tapi tak saling merasa. Harusnya
aku tak menyalahkan jarak, jarak yang mengajarkanku arti sabar untuk menunggu
sesuatu yang bahkan tak kita tahu kapan akan datang. Jarak mengajarkanku arti
rindu bukanlah sebuah rasa yang tak bahaya, melainkan rasa yang dapat membuat
orang waras menjadi gila. Jarak yang membuat aku sadar bahwa hidup bukan
tentang bergantung pada orang terdekat, melainkan kuatnya berjalan sendiri
ketika semua jauh.
Yang
berwarna sekarang terlihat gelap, yang indah menjadi suram, yang menyenangkan
menjadi membosankan. Sejak malam itu aku memutuskan untuk jauh dari kehidupan
Farel, dan aku akan baik-baik saja menjalaninya sendiri. Aku tau berat kujalani
tanpa Farel, kenangan-kenangan yang dia ciptakan dalam tiga tahun terakhir
bukanlah mudah untuk kubuang karena terlalu banyak. Bahkan rasa yang sudah
kupendamkan dalam hatiku bukanlah mudah untuk kuhapus. Aku tak mau munafik
untuk mengatakan aku membencinya, sebab dalam hatiku masih Farel yang aku mau
dan aku tak pernah menginginkan perpisahan ini.
Aku
yakin yang terbaik tak akan pergi, dan cinta akan tau jalan pulang. Aku hanya
percaya jodoh, akan kembali dan tak tertukar. Tuhan tau mana yang baik untukku,
Farel akan kembali padaku suatu saat nanti. Tiga tahun yang lalu cukup untukku
mengenal indahnya cinta, dan cukup menjadi kenangan yang tak terlupakan. Dari Farel,
aku belajar merelakan dan melepaskan yang pantas untuk dilepaskan. Aku belajar
bagaimana mencintai dari kejauhan dan mendoakan. Sulit memang membuat yang
istimewa menjadi biasa saja, tapi apa boleh buat aku tak ingin terluka lebih
lama.
Janji
Farel malam itu untuk kembali hanyalan janji yang sampai sekarang belum ku
temui tanda-tanda kepulangannya. Setiap hujan turun, aku selalu ingat apa yang
telah Farel janjikan. Betapa sakit kuingat malam itu ketika aku menangis dalam
peluknya dan mendengar keputusannya, namun sekarang dia melupakannya begitu
saja. Tak akan mudah bagiku melupakan kenangan yang telah kuciptakan bersama
Farel tiga tahun lamanya, dan bukan gampang memulai kisah baru sedang rasaku
masih kuat kepadanya. Aku merindukannya setiap hari, merindukan kepulangannya
dalam diam, dan menitipkan salam pada hujan.
Aku
benci hujan, sebab hujan tak pernah memberikan alasan mengapa dia tak datang.
Aku benci hujan, sebab hujan tak pernah menepati janji yang dia ucapkan. Kejam,
menunggu tak seasyik yang kau fikirkan. Kepastian yang dia janjikan, sekarang
hanya jadi kunang-kunang yang berkeliaran. Aku selalu berharap Tuhan masih
menyimpan rasaku dalam hatimu, sampai kau akan kembali tanpa berkurang sedikit
rasamu. Mengendalikan rasa ternyata tak lebih mudah dari mengendalikan seekor
kuda. Jatuh cinta memang tak perlu alasan, seseorang hadir untuk mewarnai yang
gelap, menyejukkan yang panas, membasahi yang kering, dan mengisi yang kosong
sekarang harus kuterima bahwa dia menghilang.
Farel
adalah alasanku tak suka hujan, sebab setiap aku merasakan dingin dalam tetesan
aku rasakan pula sakit mengenang janji yang dia ucapkan. Ini adalah sebuah
penantian. Aku tak pernah tau apakah hujan akan membawanya kembali dan
memelukku seperti malam itu, atau hujan yang akan menghapus tentangnya dari
ingatanku? Kunikmati saja alurnya walau berat, dan perlahan akan aku hilangkan
rasaku padanya, karena yang terpahit dalam hidup ini adalah berharap kepada
manusia.
~TAMAT~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar