Ada yang datang tiba-tiba
Tanpa niat ingin mengakhiri
Yang aku tahu
Kamu menyukai pelangi layaknya aku mencintai hujan
Kamu menyukai aksara layaknya aku mengagumi kata-kata
Sekarang namamu kian membayang
Baru sekejab kau datang
Aku mau kau jangan hilang
Bagaimana?
Jika ternyata rasaku tak sama
Jika hanya aku yang suka
Kamu tidak
Jika hanya aku yang mau
Kamu tidak
Jangan begitu
Aku tak mau
Aku mau,
kamu
Titik.
Saling Tatap, Kemudian Menjadi Dekat
Pagi yang tak seperti biasanya, aku
mengoleskan sedikit lipgloss di
bibirku. Terasa aneh, aku termasuk cewe yang kurang menyukai make up pada waktu itu seperti temanku
lainnya. Biasanya, setiap pergi ke sekolah aku hanya menyempatkan memakai baby powder saja. Entah apa yang membuatku ingin,
aku ingin terlihat bebeda.. Tentu karena Gaga, aku ingin terlihat cantik
ketika dia melihatku. Ahh seperti anak SMP yang baru pubertas saja.
Ku awali pagi dengan semangat lebih
banyak dari biasanya. Aku merasa malu pada diriku sendiri, seperti lepas
kendali. Aku kehilangan kompasku, lalu kemana aku akan berarah? Apa ini yang
namanya jatuh cinta lagi? Secepat ini? Aku tidak mengerti, mengapa hanya dia
yang akhir-akhir ini kumimpi?
Aku belum melihat Gaga sejak pagi
tadi di sekolah. Mungkin dia sibuk di kelas, atau dia sedang sibuk mengerjakan
PR nya, atau dia sudah kenyang jadi tidak perlu ke kantin. Aku mencari Gaga di antara
yang ramai di antrean kantin Bude. Sial
aku tidak menemukannya. “Kemana dia? Kenapa tidak ada dimana-mana?” Tanyaku dalam
hati.
“Reyna, beli
minuman dingin yuk ah, haus banget nih” ajak Gina, teman sebangku ku.
“Hah, kemana? ke depan sana?” tanyaku.
“Iyalah, kemana
lagi. Yukklah!” ajak Gina.
“Oke, sebentar”
aku mengambil baby powder dalam
tasku, lalu ke usapkan pada wajahku. Siang itu cukup panas, wajahku kusam. Aku akan
pergi ke koperasi depan kelas Gaga. Nanti kalau dia melihatku yang kusam, pasti
aku malu sekali, pikirku.
“Eh kok tumben
sih pakai bedak, biasanya ga pernah” kata Gina.
“Gapapa, kusam
banget” jawabku tak ingin membuat Gina curiga.
Aku berjalan bersama Gina menuju
koperasi sekolah. Dari jauh, aku melihatnya di depan pintu kelas. “Keep calm please, jangan grogi” kataku
dalam hati. Aku membenarkan jilbabku. Aku berjalan semakin mendekatinya dengan
jantung yang semakin tidak karuan ritmenya. Sesekali aku ajak ngobrol Gina
untuk menenangkanku. “Dia melihatku tidak ya?” Tanyaku dalam hati. Kutolehkan
pandanganku padanya, Tapppppp! Dia melihatku.
Aku menunduk malu. Apa yang dia pikirkan tentangku? Bagaimana kalau jilbabku
tidak rapi, atau bagaimana kalau bedakku berantakan? Pasti akan ilfeel sekali.
Malam seperti biasa, aku selalu
menunggu pesan dari Gaga. Sekarang, notifikasi pesan dari Gaga menjadi hal yang
aku tunggu-tunggu. Aku punya akun Blackberry
Masanger, Gaga pun juga. Tapi anehnya, sampai sekarang dia belum juga
mengundangku. Bahkan menanyakan PIN ku saja dia tidak pernah. Padahal kan bisa
saja kami chat tanpa harus beli pulsa. Huftt!
“Malam Reyna”
sapa sebuah nomor baru. Tapi aku tau ini Gaga. Wah sepertinya ada berbeda,
kalau biasanya hanya malam saja, sekarang dia sudah berani memberi imbuhan
namaku di sana. Wkwk sebentar, kenapa
dia mengganti nomornya?
“Malam juga.
Gaga ya? Tanyaku percaya diri.
“Iya, aku
mengganti nomorku”
“Hah, kenapa?”
“Soal nya kita beda operator, jadi pulsaku cepat habis, hehe”
Aku tertawa
sebelum membalas pesannya. Kisit sekali cowo ini, pikirku.
“Iya deh, ga
main futsal?”
“Enggak, lagi
libur. Tadi aku lihat kamu di sekolah”
“Oh ya” aku pura pura tidak tahu.
“Kenapa ga
nyapa?”
“Maaf, ga lihat sih.”
Percakapan
berlanjut menjadi panjang…
Malam itu menjadi malam terpanjang
percakapanku dengan Gaga. Aku baru menyadari, mengapa selama ini Gaga tidak
pernah memanjangkan percakapan denganku, ternyata karena operator nomor ponsel
kami berbeda. Biaya untuk SMS mahal, pulsanya menjadi cepat habis. HEHE Sekarang buktinya,
setelah dia menganti nomor yang sama operatornya, aku bisa merasakan percakapan
yang panjang. Tapi kenapa sampai dia rela mengganti nomornya? Jangan jangan…..
ah aku tersenyum sendiri membayangkannya.
Semua memang terasa berubah. Pesan Gaga
yang biasanya dia kirimkan setiap malam, sekarang tidak lagi. Maksudku, tidak
menjadi lama lagi. Pagi yang sekarang Gaga sudah berani mengirim pesan selamat
pagi. Begitupun dia memberi kata-kata semangat untuk sekolahku hari ini. Setiap
pagi yang biasanya aku hanya sekedarnya saja, sekarang menjadi aku yang lama di
depan kaca.
Hari ini jadwal olahraga kelas Gaga.
Aku melihatnya dari kejauhan, sedang bermain futsal bersama teman lainnya. Bahkan
saat panas terik dan tubuh dipenuhi keringatpun, dia masih terlihat menawan.
Sungguh, kali ini aku benar-benar kecanduan ingin memperhatikannya. Aku masih
belum memalingkan pandanganku darinya. Aku berharap dia menoleh ke arahku,
sebentar saja. “Ayo lah, lihat aku. Please, lihat ke arahkus sebentar saja” Gumamku
dalam hati. 1,2,3…
Gaga
menoleh ke arahku. Aku masih memandanginya. Jantungku berdebar menatapnya dari
kejauhan. Aku masih menatapnya, lalu kuberanikan melempar senyum kecil padanya.
Dia tersenyum padaku. Apakah aku benar-benar sedang tidak bermimpi? Malam berlanjut, setelah percakapan yang
panjang, Gaga izin main futsal padaku.
“Aku main dulu
ya” katanya seperti malam-malam biasa
“Iya semangat. Hati-hati
mainnya, jangan kecapekan” jawabku sedikit perhatian pada Gaga. Aku tau pasti dia akan tersenyum membaca pesanku. Malu, jelas. Tapi
aku sudah tidak perduli. Begini ternyata rasanya jatuh hati.
“Iya,
terimakasih Reyna” balasnya.
Malam itu aku
tidak menunggu Gaga pulang. Mataku sudah terlalu berat dan ingin tidur. Aku
tidak mendengar Gaga mengirim pesan “Sudah tidur ya?” dan “Goodnight” yang
tidak sempat kubalas. Aku terlalu mengantuk. Kita bertemu dalam mimpi saja yaa.
Bersambung…..