Jantung,
Mengapa tak mendusta
Sebentar saja kau jangan berdegup
Aku bingung
Mendefinisikan ini dengan ilusi ku saja
Benarkah ada yang berbeda
Atau aku hanya sedang berangan?
Mengapa?
Kamu biasa saja
Tapi aku sedang berbohong
Kamu berbeda
Tapi aku tak ingin mengakuinya
Lalu apa,
Apa artinya kau menatapku dalam
Getaran jiwaku semakin kencang
Kerap membuatku tersipu
Malu
Tapi aku suka
Aku mau
Jangan Jatuh Cinta
Sejak
kemarin, aku semakin tidak karuan. Sebenarnya ada apa dengan hati ini.
Mengingatnya saja aku bisa tersenyum sendiri seperti orang gila. Memangnya dia
siapa? Biasa saja. Aku harus menganggapnya biasa saja. Walau harus kuakui dia
berbeda. Dia berbeda. Pokoknya berbeda saja. Kuyakinkan pada hati, aku tak
boleh jatuh cinta lebih dulu. Aku harus membuatnya takluk sebelum aku yang
tunduk. Tapi bagaimana? Berbicara dengannya saja aku hampir tidak pernah. Aku
hanya bisa memandanginya jauh dari gerbang sekolah setiap pulang dan datang.
Dari
dulu, Gaga memang terkenal dingin. Entah dingin karena kebanyakan makan batu
es, atau dingin karena sering main hujan aku juga tidak tahu. Yang jelas, Gaga
memang seperti itu dari lahirnya. Menurut informasi yang aku cari selama ini
secara intensif dan rahasia, ada beberapa cewek yang naksir Gaga. But, karena ga ada respon sama sekali
dari Gaga sampe si cewe jatuh bangun buat dapetin hatinya dan berakhir nyerah.
Sampai sekarangpun, kabarnya Gaga sedang dekat dengan beberapa cewe di sekolah.
Hari-hariku
biasa saja, tidak terlalu berharap dan tidak juga terlalu pasrah. Aku masih
diam-diam mengecek dinding facebook Gaga.
Aku juga masih sering pandangin Gaga dari kejauhan saat jam dia olahraga. Aku
tidak tau, yang awalnya aku kurang respect dengan cowo songong yang sombong
itu, sekarang aku jadi benar-benar penasaran dengannya. Aku bukan sedang jatuh
cinta, tapi sepertinya ini proses mendekati jatuh deh. Aduhhh, aku harus
bagaimana?
Aku,
masih dikenal sebagai cewe yang galau akibat patah hati beberapa bulan yang
lalu. Iya, aku pernah gagal dalam menjalin kasih dengan cowo yang usianya lebih
muda dariku. Sungguh tidak enak, ditinggalkan saat sedang sayang-sayangnya, hehe. Itu
dulu. Sekarang, aku dapat berpikir realistis bahwa ga ada gunanya meratapi
perpisahan dengan orang yang sudah jelas tidak pernah menginginkan kehadiran
kita dalam hidupnya. Betul tidak?
Aku
tinggal bersama Fini dan Hena di sebuah rumah kost yang cukup jauh dari
sekolah. Siang itu, tidak ada angin tidak ada hujan.
“Assalamualaikum”
sapa tamu di luar kost ku.
“Waalaikumussalam”
jawabku. Seketika itu juga aku membuka pintu. Aku tercengang, tidak tau harus
berbuat apa. Ini benar bukan mimpi? Gaga datang buat apa? Senang, bercampur
grogi. Tapi aku berpura-pura biasa saja.
“Ada apa?”
tanyaku singkat.
“Fini ada?”
jawabnya singkat juga.
“Sebentar aku
panggil” jawabku sambil berjalan memanggil Fini. Fini adalah teman kamas
kostku, yang kebetulan dia juga tetangga dan teman kecil Gaga. Aku baru tau,
Gaga datang pasti untuk mencari Fini. Gaga datang bersama rekannya, Edo. Aku
tidak keluar, aku hanya mendengar percakapan mereka dari dalam kamar. Malu, iya
aku malu. Entah apa yang membuatku malu, malu saja gitu.
Hari
yang terik, saat itu aku ingat Gaga datang menggunakan baju pramuka sepulang
sekolah. Karena cuaca yang cukup panas, pop
ice sepertinya terlalu enak kalau hanya dibayangkan. Aku dan Hena
memutuskan untuk membeli minuman di tempat biasa. Ketika itu, aku memang
membeli banyak minuman untuk mencuri perhatian Gaga.
“Mau pop ice?” kataku sambil menyodorkan dua
gelas pop ice pada Gaga.
“Oh iya,
terimakasih” jawabnya singkat.
Aku tidak
berharap banyak, aku hanya ingin Gaga tau kalau aku adalah cewe yang cukup
care. Bukan hanya pada Gaga, tapi aku merasa memang aku begitu. Aku senang,
meski hanya singkat responnya, cukup membuatku tersenyum malu.
Suatu malam, malam minggu. Seperti
rutinintas manusia berkekasih lainnya, malam minggu adalah malam untuk bertemu
dan berkencan. Hena kedatangan kekasihnya, Aldo. Kami bergurau bersama malam
itu. Karena Hena masih menganggap aku patah hati dan galau, Hena menceritakan
kisahku pada Aldo. Puas sekali mereka menertawakanku malam itu. Entah apa yang
ada di benak Hena, tiba-tiba dia berkata:
“Kenapa kamu ga
deketin Gaga aja Ren?” katanya padaku. Seketika juga aku terkejut, mengapa Hena
berbicara seperti itu? Apa Hena tau selama ini diam-diam aku memperhatikan
Gaga.
“Ah, apaan sih.
Gaga itu pendiam, dingin, orang nya juga highclass. Mana mau dia sama aku,
ngaco deh.” Jawabku sambil tertawa.
“Kalau ga
dicoba, mana tau” Jawab Hena. Hena dan Aldo kemudian berencana untuk
mendekatkan aku dengan Gaga.
“Kamu suka sama
Gaga?” Tanya Aldo. “Kalau kamu suka, nanti aku salamin deh, kita bakal
comblangin kok” sambungnya.
Aku masih belum
paham, aku harus jawab apa nih? Jujur, ah aku malu. Tapi aku ingin lebih dekat
dengan Gaga. Apa mungkin? Kataku dalam hati. Sampai akhirnya kuberanikan
menjawab pertanyaan Aldo.
“Ya kalau Gaga
nya mau, hehe” jawabku sambil tertawa malu.
“Aman deh, ntar
aku salamin sama Gaga” kata Aldo.
“Eitsss, bentar
dulu, tapi jangan bilang aku nitip salam yaa. Malu begok” kataku lagi.
Hena dan Aldo
tertawa puas.
Beberapa malam berlalu, malam itu cukup
dingin. Mataku sudah lelah sejak pagi berhadapan dengan monitor laptop. Aku
merebahkkan badanku di atas kasur, menarik selimut, lalu merangkul guling
kesayanganku. Menjelang tidur, aku selalu memainkan handphone ku. Krikkkkk,
bunyi nada dering SMS ku. Aku lihat jam pukul 20.03 WIB. Sudah malam, siapa
yang mengirim pesan padaku malam begini, pikirku. Dengan mata setengan ngantuk,
aku membuka ponselku dan melihat pesan masuk.
“Malam..” sapa
nomor yang belum aku kenal itu.
“Ini siapa?”
balasku singkat. Sebenarnya aku benci dengan nomor-nomor seperti ini.
“Gaga” balasnya.
Sontak aku
terkejut dan tidak percaya kalau nomor itu adalah Gaga, karena seperti tidak
mungkin saja orang semacam Gaga nurunin gengsi untuk ngirim pesan ke cewek.
“Gaga?” tanyaku
tidak percaya. Malam itu juga, aku menghubungi Aldo untuk menanyakan kebenaran
nomor Gaga.
“Muhammad
Dirgantara” balasnya.
“Beneran?”
tanyaku masih tidak percaya. Setelah akhirnya Aldo membenarkan nomor itu benar
Gaga. Aduhhh, aku harus bagaimana? Aku sudah tidak karuan malam itu. Jantungku
seperti tertimpa batu 1 ton, berat dan tidak karuan.
“Iya. Lagi apa?”
balasnya lagi. OMG! Aku masih tidak percaya ini Gaga yang selama ini aku kenal
diam, songong dan sombong. Bisa juga seperti ini? Hihi aku setengah mati bahagia.
“Lagi tiduran
nih, kamu?"
“Lagi mau main
futsal, aku main dulu ya”
“Oh, okay.
Semangat”
Pesan singkatku
bersama Gaga sekaligus percakapan pertama via SMS itu mengantarku pada mimpi
yang indah malam itu. Tidak dapat aku tutupi, aku senang. Apakah kali ini aku
sudah jatuh cinta? Jangan… maksudku, jangan dulu. Belum saatnya Reina. Ini baru
awal, kamu nikmati saja dulu. Kataku meyakinkan hatiku sendiri.
Malam yang
indah, “Goodnight ga..”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar