Selasa, 04 Desember 2018

Makalah Faktor Penyebab Seseorang Kurang Cerdas Emosional dan Sosial


FAKTOR PENYEBAB SESEORANG KURANG CERDAS EMOSIONAL DAN SOSIAL
Mata Kuliah        : Pengembangan Kecerdasan Emosional dan Sosial Anak
Dosen Pengampu      : Dr. Daimun Hambali, M.Pd.
Description: logo unib (2).jpg
 







Oleh kelompok 6 :
1.           Irma Nur Anisah                       A1G015021
2.           Sakti Kapoor                              A1G015039
3.           Feridian Pribowo                      A1G015063
4.           Wiwit Trira Rizki                       A1G015075
5.           Eka Mardalina                          A1G015079
6.           Eko Julianto                                       A1G015005



PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2017

KATA PENGANTAR
Puji syukur  penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyususan makalah yang berjudul “Faktor Penghambat Seseorang Kurang Cerdas Emosional dan Sosial”.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk melengkapai salah satu tugas mata kuliah Pengembangan Kecerdasan Emosional dan Sosial Anak serta untuk menambah pengetahuan tentang berbagai kecerdasan yang dimiliki anak. Atas tersusunnya makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.             Dosen pengampu mata kuliah Pengembangan Kecerdasan Emosional dan Sosial Anak  Bapak Dr. Daimun Hambali, M.Pd.  yang telah membimbing penulis dalam menyusun makalah ini.
2.             Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa makalah  ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kami serta para pembaca.

                                                                                                Bengkulu,    November 2017


Kelompok 6











DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB I  PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang................................................................................................................ 1
B.  Rumusan Masalah........................................................................................................... 2
C.  Tujuan............................................................................................................................. 2
BAB II  PEMBAHASAN
A.  Faktor Penyebab Seseorang Kurang Cerdas Emosional................................................. 3
B.  Faktor Penyebab Seseorang Kurang Cerdas Sosial........................................................ 5
BAB III  PENUTUP
A.  Kesimpulan..................................................................................................................... 8
B.  Saran............................................................................................................................... 8
DATAR PUSTAKA









BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Kecerdasan atau intelejensi seseorang dibawa dari pertama kali ia dilahirkan. Akan tetapi perkembangan kecerdasan atau intelegensi itu didapatkan seseorang seiring perkembangannya dalam kehidupan.
Menurut Piaget perkembangan intelegensi atau kecerdasan anak itu terbagi menjadi empat tahap, yaitu tahap sensori motorik antara umur 0-2 tahun, tahap praoperasional (2-7 tahun), tahap operasional konkret (7-12 tahun), dan tahap operasional formal (12 tahun-seterusnya). Menurut piaget apabila satu tahap saja tidak dilalui oleh seorang anak, maka itu akan berakibat pada kecerdasan anak itu sendiri.
Intelegensi sangat penting bagi kehidupan seseorang, karena tanpa intelegensi tersebut, seseorang tidak akan mampu untuk membedakan sesuatu, baik itu hal yang nyata ataupun hal yang tidak nyata. Jika kita membicarakan intelegensi maka tidak terlepas dari proses pembelajaran. Karena intelejensi itu berkembang dan didapatkan melalui proses pembelajaran. Jika intelegensi itu tidak diasah maka intelegensi itu tidak akan berkembang dan tidak akan ada perubahan.
Adapun Kecerdasan sosial tidak kalah penting dibandingkan dengan kecerdasan intelektual dll. Banyak para orangtua yang sangat senang apabila anaknya mendapat nilai yang selalu bagus di sekolahnya. Hal tersebut memang benar, namun tidak seutuhnya benar. Kecerdasan sosial, emosional, dan spiritual memberikan kontribusi sebesar 80% terhadap tingkat kesuksesan seseorang, sedangkan kecerdasan intelektual hanya memberikan kontribusi sebesar 20%. (Daniel Goleman,2000)
Seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan sosial yang tinggi, cenderung akan lebih mudah beradaptasi dan pandai berkomunikasi, sehingga akan memiliki banyak teman dan dia akan bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Kemampuan seperti itu lah yang dibutuhkan untuk menghadapi berbagai tantangan yang ada pada zaman sekarang ini.
Berdasarkan uraian diatas, dalam makalah ini penulis akan membahas lebih lanjut mengenai faktor penyebab seseorang kurang cerdas emosional dan sosial.



B.             Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
1.    Apa saja faktor penyebab seseorang kurang cerdas emosional?
2.    Apa saja faktor penyebab seseorang kurang cerdas sosial?
C.           Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Menjelaskan faktor penyebab seseorang kurang cerdas emosional
2.    Menjelaskan faktor penyebab seseorang kurang cerdas emosional

























BAB II
PEMBAHASAN
A.          Faktor Penyebab Seseorang Kurang Cerdas Emosional
Beberapa ahli psikologi menyebutkan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kematangan emosi seseorang (Astuti, 2005), yaitu:
1.             Pola asuh orangtua.
Pola asuh orang tua terhadap anak bervariasi. Ada yang pola asuhnya menurut apa yang dianggap terbaik oleh dirinya sendiri saja, sehingga ada yang bersifat otoriter, memanjakan anak, acuh tak acuh, tetapi ada juga dengan penuh cinta kasih. Perbedaan pola asuh dari orang tua seperti ini dapat berpengaruh terhadap perbedaan perkembangan emosi peserta didik.
Keluarga merupakan lembaga pertama dan utama dalam kehidupan anak, tempat belajar dan menyatakan diri sebagai mahluk sosial, karena keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama tempat anak dapat berinteraksi. Dari pengalamannya berinteraksi di dalam keluarga ini akan menentukan pula pola perilaku anak tehadap orang lain dalam lingkungannya. Dalam pembentukan kepribadian seorang anak, keluarga mempunyai pengaruh yang besar. Banyak faktor dalam keluarga yang ikut berpengaruh dalam perkembangan kepribadian seorang anak, salah satu faktor tersebut adalah pola asuh orangtua (Tarmudji, 2001). Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat (Tarmudji, 2001). Dimana suatu tugas tersebut berkaitan dengan mengarahkan anak menjadi mandiri di masa dewasanya baik secara fisik maupun psikologis (Andayani dan Koentjoro, 2004).
Cara orang tua memperlakukan anak-anaknya akan memberikan akibat yang mendalam dan permanen pada kehidupan anak. Pasangan  yang secara emosional lebih terampil merupakan pasangan yang paling berhasil dalam membantu anak-anak mereka mengalami perubahan emosi. Pendidikan emosi ini dimulai pada saat-saat paling awal dalam rentang kehidupan manusia, yaitu pada masa bayi.  (Daniel Goleman ,2000)
Idealnya orangtua akan mengambil bagian dalam pendewasaan anak-anak karena dari kedua orangtua anak akan belajar mandiri melalui proses belajar sosial dengan modelling (Andayani dan Koentjoro, 2004) 2. Pengalaman traumatik. Kejadian-kejadian traumatis masa lalu dapat mempengaruhi perkembangan emosi seseorang, dampaknya jejak rasa takut dan sikap terlalu waspada yang ditimbulkan dapat berlangsung seumur hidup. Kejadian-kejadian traumatis tersebut dapat bersumber dari lingkungan keluarga ataupun lingkungan di luar keluarga (Astuti, 2005).
2.             Temperamen.
Temperamen dapat didefinisikan sebagai suasana hati yang mencirikan kehidupan emosional kita. Hingga tahap tertentu masing- masing individu memiliki kisaran emosi sendiri-sendiri, temperamen merupakan bawaan sejak lahir, dan merupakan bagian dari genetik yang mempunyai kekuatan hebat dalam rentang kehidupan manusia (Astuti, 2005).
3.             Usia Perkembangan kematangan emosi yang dimiliki seseorang sejalan dengan pertambahan usianya.
Hal ini dikarenakan kematangan emosi dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan dan kematangan fisiologis seseorang. Ketika usia semakin tua, kadar hormonal dalam tubuh turut berkurang, sehingga mengakibatkan penurunan pengaruhnya terhadap kondisi emosi (Moloney, dalam Puspitasari Nuryoto 2001). Namun demikian, dalam hal ini tidak menutup kemungkinan seseorang yang sudah tua, kondisi emosinya masih seperti orang muda yang cenderung meledak- ledak. Hal tersebut dapat diakibatkan karena adanya kelainan- kelainan di dalam tubuhnya, khususnya kelainan anggota fisik. Kelainan yang tersebut dapat terjadi akibat dari pengaruh makanan yang banyak merangsang terbentuknya kadar hormonal.
4.             Perubahan jasmani.
Perubahan jasmani ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan yang sangat cepat dari anggota tubuh. Pada taraf permulaan petumbuhan ini hanya terbatas pada bagian-bagian tertentu saja yang mengakibatkan postur tubuh menjadi tidak seimbang. Ketidak seimbangan tubuh ini sering mempunyai akibat yang tidak terduga pada perkembangan emosi peserta didik. Tidak setiap peserta didik dapat menerima perubahan kondisi tubuh seperti ini, lebih-lebih perubahan tersebut menyangkut perubahan kulit yang menjadi kasar dan penuh jerawat. Hormone-hormon tertentu mulai berfungsi sejalan dengan perkembangan alat kelaminnya sehingga dapat menyebabkan rangsangan di dalam tubuh peserta didik dan seringkali menimbulkan masalah dalam perkembangan emosinya.
5.             Perubahan Interaksi dengan Teman Sebaya.
Peserta didik sering kali membangun interaksi sesame teman sebayanya secara khas dengan cara berkumpul untuk melakukan aktivitas bersama dengan membentuk emacam geng. Interaksi antar anggotanya dalam suatu kelompok geng biasanya sangat intens serta memiliki kohesivitas dan solidaritas yang sangat tinggi. Fakor yang sering menimbulkan masalah emosi pada masa ini adalah hubungan cinta dengan teman lawan jenis. Gejala ini sebenarnya sehat bagi peserta didik, tetapi tidak jarang menimbulkan konflik atau gangguan emosi pada mereka jika tidak diikuti dengan bimbingan dari orang tua atau orang yang lebih dewasa.
6.             Perubahan Pandangan Luar.
Ada sejumlah perubahan pandangan dunia luar yang dapat menyebabkan konflik konflik emosional dalam diri peserta didik, yaitu:
a.    Sikap dunia luar terhadap peserta didik sering tidak konsisten
b.    Dunia luar atau masyarakat masih menerapkan nilai-nilai yang berbeda
untukpeserta didik laki-laki dan perempuan.
c.    Seringkali kekosongan peserta didik dimamfaatkan oleh pihak luar yang tidak                           bertanggung jawab.
7.             Perubahan Interaksi dengan Sekolah.
Sekolah merupakan tempat pendidikan yang sangat diidealkan oleh pererta didik. Para guru merupakan tokoh yang sangat penting dalam kehidupan mereka karena selain tokoh intelektual, guru juga merupakan tokoh otoritas bagi para peserta didiknya. Oleh karena itu tidak jarang anak-anak lebih percaya, lebih patuh, bahkan lebih takut kepada guru daripada kepada orang tuanya. Posisi guru disini amat strategis apabila digunakan untuk pengembangan emosi anak melalui penyampaian materi-materi yang positif dan konstruktif.

B.          Faktor Penyebab Seseorang Kurang Cerdas Sosial
Beberapa faktor penyebab seseorang kurang cerdas sosial sehingga dapat menyebabkan penyimpangan sosial adalah sebagai berikut :
1.             Kesenjangan Sosial
Perbedaan status yang mengarah pada kesenjangan sosial, terutama antara orang kaya dengan orang miskin yang sangat mencolok, dapat menimbulkan rasa iri dan dengki sehingga terjadi tindak pencurian, pembunuhan, dan saling ejek.
2.             Nilai dan Norma yang Terlalu Longgar
Seharusnya para perilaku menyimpang haruslah dibina. Namun ada beberapa masyarakat yang membiarkan begitu saja perilaku menyimpang itu terjadi. Mungkin karena masyarakat terlalu sibuk dengan rutinitas atau sudah lelah membina pelaku perilaku menyimpang tersebut. Sehingga dia semakin menyimpang dari masyarakat.
3.             Lingkungan Pergaulan
Pergaulan secara tidak langsung sangat mempengaruhi perilaku seseorang. Jika tanpa pengetahuan dan kesadaran yang cukup, seseorang mudah terpengaruh oleh kelompok pergaulannya yang kerap kali menyimpang. Akibatnya ia juga ikut berbuat perilaku yang menyimpang.
4.             Ketidakpuasan
Ada beberapa individu atau kelompok yang merasa tidak puas dengan kondisi masyarakat saat ini. Sehingga mereka perlu melakukan perubahan walaupun yang mereka lakukan itu menyimpang dari norma masyarakat tersebut. Misalnya ada satu kelompok masyarakat ya ng anti terhadap pendidikan dan menganggap semua orang yang mengikuti pendidikan adalah orang yang menyimpang.
5.             Ketidaksanggupan Menyerap Norma-Norma
Orang yang tidak sanggup menyerap norma-norma yang ada di dalam masyarakat akan tidak mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk menurut masyarakat. Hal tersebut terjadi akibat proses sosialisasi yang tidak sempurna atau terjadi keretakan dalam keluarga.
6.             Keluarga
Keluarga yang tidak mampu membahagiakan anaknya juga dapat membuat anak tersebut mengalami penyimpangan sosial. Itu dikarenakan ia berusaha mencari sumber kebahagiaan dan kasih sayang yang lain. Anak juga akan mencari perhatian dengan cara berbuat hal yang tidak baik.
7.             Intelegensi
Intelegensi atau tingkat kecerdasan juga mempengaruhi perilaku seseorang. Biasanya orang yang memiliki keterbelakangan mental cenderung berbuat hal-hal yang menyimpang. Sebaiknya jika orang tersebut cerdas, maka ia akan lebih mudah memahami norma-norma yang berlaku di masyarakat.
8.             Ketegangan Antara Kebudayaan dan Struktur Sosial
Terjadinya ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial dapat meyebabkan terjadinya perilaku menyimpang. Ketegangan terjadi jika seseorang berupaya mencapai suatu tujuan namun tidak memperoleh peluang sehingga ia akan mengupayakan peluang itu sendiri dengan cara yang menyimpang. Contohnya adalah jika setiap penguasa sama saja menindas rakyat maka rakyat akan berani memberontak terhadap penguasa. Ada yang memberontak dengan cara perlawanan dan ada pula yang terselubung seperti menunggak atau mempermainkan pajak.


9.              Ikatan Sosial yang Berlainan
Setiap orang biasanya berhubungan dengan beberapa kelompok yang berbeda. Hubungan tersebut akan membuat seseorang lama-kelamaan akan mengidentifikasikan diri dengan kelompok yang paling dihargainya. Jika perilaku kelompok tersebut menyimpang, maka kemungkinan besar ia juga terjerumus ke dalam penyimpangan sosial tersebut.

10.         Proses Belajar yang Menyimpang

Seseorang yang terlalu sering belajar dengan tokoh idolanya yang kerap melakukan hal yang menyimpang, maka ia akan terjerumus dan terinspirasi untuk melakukan hal yang sama. Buku yang isinya menyimpang juga dapat menjerumus seseorang.

11.         Sikap Mental

Sikap mental yang tidak pernah malu membuat kesalahan juga menjadi pemicu seseorang berbuat hal yang menyimpang. Jika sikap mental ini diarahkan ke hal yang positif, maka dia bisa saja menjadi pemimpin yang hebat.

 




















BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Dari uraian di atas, maka kesimpulannya adalah:
1.      Faktor penyebab seseorang kurang cerdas emosional antara lain : pola asuh orang tua, temperamen, usia perkembangan kematangan emosi yang dimiliki seseorang sejalan dengan pertambahan usianya, perubahan jasmani, perubahan interaksi dengan teman sebaya, perubahan pandangan luar dan perubahan interaksi dengan sekolah.
2.      Faktor penyebab seseorang kurang cerdas sosial antara lain : kesenjangan sosial, nilai dan norma yang terlalu longgar, lingkungan pergaulan, ketidakpuasan, ketidaksanggupan menyerap norma-norma, keluarga, intelegensi, ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial, ikatan sosial yang berlainan, proses belajar yang menyimpang dan sikap mental. 
B.            Saran
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mempunyai beberapa saran antara lain :
1.    Diharapkan guru-guru pendidikan anak usia dini dapat memahami perkembangan sosial dan emosi anak sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
2.    Diperlukan antusiasme guru dalam menangani sikap individu tentang perubahan dan perkembangan sosial dan emosi anak.







DAFTAR PUSTAKA

Goleman,Daniel.2000. Kecerdasan Emosional. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Umum.
Astusi, 2005. Kecerdasan Emosi. Bandung : PT Ilmu Cahaya HAti
Tarmudji, 2001. Perkembangan Anak. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Andayani dan Koentjoro, 2004. Perkembangan Psikologi Anak. Bandung : Nuansa
Moloney, dalam Puspitasari Nuryoto, 2001. Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional . Jakarta : Kencana
Internet http://neratomi.blogspot.co.id/2015/06/makalah-kecerdasan.html diakses pada Selasa, 14 November 2017 pukul 22.00 WIB
Internet http://melyloelhabox.blogspot.co.id/2013/06/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html diakses pada Selasa, 14 November 2017 pukul 22.14 WIB


Tidak ada komentar:

Posting Komentar