NAMA : IRMA NUR ANISAH
NPM : A1G015021
Mata Kuliah : Pengembangan
Kecerdasan Emosional dan Sosial Anak
A.
KECERDASAN EMOSIONAL
Steiner (1997) menjelaskan pengertian kecerdasan emosional adalah
suatu kemampuan yang dapat mengerti emosi diri sendiri dan orang lain, serta
mengetahui bagaimana emosi diri sendiri terekspresikan untuk meningkatkan
maksimal etis sebagai kekuatan pribadi.
Senada dengan definisi tersebut, Mayer dan Solovey
(Goleman, 1999; Davies, Stankov, dan Roberts, 1998) mengungkapkan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk memantau dan
mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, dan menggunakan
perasaan-perasaan itu untuk memadu pikiran dan tindakan.
Pengertian cerdas sangat beragam. Ada IQ yaitu
cerdas inteligensia. Ada SQ, cerdas spiritual dan EQ (Emotional Intelligence),
kecerdasan emosi. Teori tentang kecerdasan emosi dikembangkan pertama kali
tahun 1980-an oleh beberapa psikolog dari Amerika Serikat: Howard Gardner,
Peter Salovey dan John Mayer dan menjadi terkenal saat Daniel
Goleman, psikolog dari Harvard University, menulis buku Emotional
Intelligence tahun 1995.
Berbeda dengan pendapat sebelumnya, Patton (1998) mengemukakan kecerdasan emosi sebagai
kemampuan untuk mengetahui emosi secara efektif guna mencapai tujuan, dan
membangun hubungan yang produktif dan dapat meraih keberhasilan. Sementara itu
Bar-On (2000) menyebutkan bahwa kecerdasan emosi adalah suatu rangkaian emosi, pengetahuan emosi dan
kemampuan-kemampuan yang mempengaruhi kemampuan keseluruhan individu untuk
mengatasi masalah tuntutan lingkungan secara efektif. Dari
beberapa pengertian tersebut ada kecenderungan arti bahwa kecerdasan
emosional adalah kemampuan mengenali perasaan sendiri dan
perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, kemampuan
mengolah emosi dengan baik pada diri sendiri dan orang lain.
Kecerdasan
emosional dapat dikembangkan sejak usia dini. Konon anak yang punya EQ
tinggi memiliki kepribadian yang disukai, lebih mudah bergaul dan lebih sehat
jasmaninya berkat kemampuannya mengontrol emosi.
5 Wilayah Kecerdasan Emosi (Menurut Goleman)
- Kemampuan
Mengenali Emosi Diri: anak kenal perasaannya sendiri
sewaktu emosi itu muncul. Seseorang yang mampu mengenali emosinya akan
memiliki kepekaan yang tajam atas perasaan yang muncul seperti senang,
bahagia, sedih, marah, benci dan sebagainya.
- Kemampuan
Mengelola Emosi: anak
mampu mengendalikan perasaannya sehingga emosinya tidak meledak-ledak yang
akibatnya memengaruhi perilakunya secara salah. Meski sedang marah, orang
yang mampu mengelola emosinya akan mengendalikan kemarahannya dengan baik,
tidak teriak-teriak atau bicara kasar, misalnya.
- Kemampuan
Memotivasi Diri: anak
dapat memberikan semangat pada diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang
baik dan bermanfaat. Ia punya harapan dan optimisme yang tinggi sehingga
memiliki semangat untuk melakukan suatu aktivitas.
- Kemampuan
Mengenali Emosi Orang Lain: balita bisa mengerti perasaan
dan kebutuhan orang lain, sehingga orang lain merasa senang dan dimengerti
perasaannya. Kemampuan ini sering juga disebut sebagai kemampuan
berempati. Orang yang memiliki empati cenderung disukai orang lain.
- Kemampuan
Membina Hubungan: anak
sanggup mengelola emosi orang lain sehingga tercipta keterampilan sosial
yang tinggi dan membuat pergaulan seseorang lebih luas. Anak-anak dengan
kemampuan ini cenderung punya banyak teman, pandai bergaul dan
populer.
B.
Kecerdasan Sosial
Kecerdasan sosial adalah kemampuan yang mencapai kematangan
pada kesadaran berpikir dan bertindak untuk menjalankan peran manusia sebagai
makhluk sosial di dalam menjalin hubungan dengan lingkungan atau kelompok
masyarakat.
Kecerdasan sosial sangatlah penting dalam menunjang
kehidupan bermasyarakat, sukses tidak identik dengan kemampuan IQ, karena
sesungguhnya kecerdasan sosial-lah yang sangat berperan besar dalam kehidupan.
Banyak orang yang IQ nya diatas rata-rata mampu menggapai kesuksesan dengan
meningkatkan kemampuan social intelligence ini.
Individu yang cerdas secara sosial
biasanya juga cerdas emosional. Individu yang mudah menyatu serta berkontribusi
dalam lintas sektoral akan mengesampingkan kepentingan pribadi sehingga mampu
mencurahkan energi positif bagi lingkungan kerjanya dan pencapaian tujuan
organisasi karena tidak dibatasi oleh ruang dan waktu maupun batasan-batasan
yang ada sehingga mampu terhubung serta dapat berkoordinasi dalam segala
kondisi.
Menurut Karl Albrecht terdapat lima faktor dalam kecerdasan sosial yaitu
sebagai berikut:
- Situational
awareness. Situational awarness atau kesadaran situasional
merupakan suatu kemampuan memahami, peka, peduli dan tanggap terhadap
kondisi lingkungan sekitar, baik di lingkungan kerja maupun tempat
lainnya. Apabila seseorang memiliki kecerdasan situasional yang tinggi,
maka seseorang akan mudah beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi
dalam organisasi baik budaya kerja, tanggungjawab, beban kerja, ritme
kerja ataupun perubahan lain dilingkungannya.
- Presence. Presence
atau kemampuan membawa diri, merupakan kemampuan seseorang dalam etika
berpenampilan, berbicara atau komunikasi verbal, termasuk bagaimana
gerakan tubuh ketika sedang berbicara dan mendengarkan orang lain atau
yang disebut komunikasi non verbal. Setiap orang pada saat terjadi
interaksi dengan orang lain melalui percakapan atau komunikasi, tentunya
akan meninggalkan impresi yang berbeda, karena apa yang ditampilkan dan
diucapkan melalui komunikasi verbal maupun non verbal akan meninggalkan
kesan atau makna secara keseluruhan tentang diri kita. Ketika seseorang
berbicara dengan intonasi yang lembut tetapi dengan jari telunjuk mengarah
kepada lawan bicara, tentunya maknanya berbeda dengan ketika orang
tersebut berbicara tanpa menunjuk ke arah lawan bicara.
- Authenticity.
Autentisitas atau sinyal yang terpancar dari perilaku seseorang yang
membuat orang lain melakukan penilaian, apakah orang tersebut layak
dipercaya (trusted), bagaimana kejujurannya, bagaimana keterbukaan
orang tersebut, dan apakah orang tersebut mampu menunjukkan ketulusan.
Faktor ini merupakan faktor penting karena akan menunjukkan apakah orang
tersebut memiliki hati yang mulia dan bermartabat.
- Clarity. Clarity
atau kejelasan merupakan kemampuan seseorang dalam menyampaikan gagasan
secara alami dan jelas dengan cara persuasif sehingga orang lain
menerimanya tanpa merasa terpaksa. Seringkali ketika kita memiliki ide
yang baik dan bermanfaat bagi orang lain di sekitar kita, namun karena ide
yang kita sampaikan kurang jelas, maka rekan kerja maupun orang disekitar
kita tidak berhasil diyakinkan dengan ide yang disampaikan. Kita perlu
mengartikulasikan isi pikiran kita dengan jernih dan jelas bagi orang yang
mendengarnya bukan jelas menurut pandangan kita sendiri.
- Empathy. Empati
merupakan kemampuan untuk memahami kebutuhan dan pemikiran orang lain,
kemampuan mendengarkan dan memahami perasaan dan kondisi orang lain.
Apabila pemahaman kita semakin kuat terhadap kebutuhan, gagasan ataupun
kondisi orang disekitar maka kita akan semakin mudah membangun relationship
yang berkualitas dengan rekan kerja dan orang lain yang berada disekitar
kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar