Selasa, 04 Desember 2018

Kecerdasan Sosial dan Emosional


NAMA           : IRMA NUR ANISAH
NPM               : A1G015021
Mata Kuliah  : Pengembangan Kecerdasan Emosional dan Sosial Anak

A.           KECERDASAN EMOSIONAL
Steiner (1997) menjelaskan pengertian kecerdasan emosional adalah suatu kemampuan yang dapat mengerti emosi diri sendiri dan orang lain, serta mengetahui bagaimana emosi diri sendiri terekspresikan untuk meningkatkan maksimal etis sebagai kekuatan pribadi.
Senada dengan definisi tersebut, Mayer dan Solovey (Goleman, 1999; Davies, Stankov, dan Roberts, 1998) mengungkapkan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, dan menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memadu pikiran dan tindakan.
Pengertian cerdas sangat beragam. Ada IQ  yaitu cerdas inteligensia. Ada SQ, cerdas spiritual dan EQ (Emotional Intelligence), kecerdasan emosi. Teori tentang kecerdasan emosi dikembangkan pertama kali tahun 1980-an oleh beberapa psikolog dari Amerika Serikat: Howard Gardner, Peter Salovey dan John Mayer dan menjadi terkenal saat Daniel Goleman, psikolog dari Harvard University, menulis buku Emotional Intelligence tahun 1995.
Berbeda dengan pendapat sebelumnya, Patton (1998) mengemukakan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk mengetahui emosi secara efektif guna mencapai tujuan, dan membangun hubungan yang produktif dan dapat meraih keberhasilan. Sementara itu Bar-On (2000) menyebutkan bahwa kecerdasan emosi adalah suatu rangkaian emosi, pengetahuan emosi dan kemampuan-kemampuan yang mempengaruhi kemampuan keseluruhan individu untuk mengatasi masalah tuntutan lingkungan secara efektif. Dari beberapa pengertian tersebut ada kecenderungan arti bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali perasaan sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, kemampuan mengolah emosi dengan baik pada diri sendiri dan orang lain.
Kecerdasan emosional dapat dikembangkan sejak usia dini. Konon anak yang punya  EQ tinggi memiliki kepribadian yang disukai, lebih mudah bergaul dan lebih sehat jasmaninya berkat kemampuannya mengontrol emosi.
5 Wilayah Kecerdasan Emosi (Menurut Goleman)
  1. Kemampuan Mengenali Emosi Diri: anak kenal perasaannya sendiri sewaktu emosi itu muncul. Seseorang yang mampu mengenali emosinya akan memiliki kepekaan yang tajam atas perasaan yang muncul seperti senang, bahagia, sedih, marah, benci dan sebagainya.
  2. Kemampuan Mengelola Emosi: anak mampu mengendalikan perasaannya sehingga emosinya tidak meledak-ledak yang akibatnya memengaruhi perilakunya secara salah. Meski sedang marah, orang yang mampu mengelola emosinya akan mengendalikan kemarahannya dengan baik, tidak teriak-teriak atau bicara kasar, misalnya.
  3. Kemampuan Memotivasi Diri: anak dapat memberikan semangat pada diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat. Ia punya harapan dan optimisme yang tinggi sehingga memiliki semangat untuk melakukan suatu aktivitas.
  4. Kemampuan Mengenali Emosi Orang Lain: balita bisa mengerti perasaan dan kebutuhan orang lain, sehingga orang lain merasa senang dan dimengerti perasaannya. Kemampuan ini sering juga disebut sebagai kemampuan berempati. Orang yang memiliki empati cenderung disukai orang lain.
  5. Kemampuan Membina Hubungan: anak sanggup mengelola emosi orang lain sehingga tercipta keterampilan sosial yang tinggi dan membuat pergaulan seseorang lebih luas. Anak-anak dengan kemampuan ini cenderung punya banyak teman, pandai bergaul dan  populer.
B.            Kecerdasan Sosial
Kecerdasan sosial adalah kemampuan yang mencapai kematangan pada kesadaran berpikir dan bertindak untuk menjalankan peran manusia sebagai makhluk sosial di dalam menjalin hubungan dengan lingkungan atau kelompok masyarakat.
Kecerdasan sosial sangatlah penting dalam menunjang kehidupan bermasyarakat, sukses tidak identik dengan kemampuan IQ, karena sesungguhnya kecerdasan sosial-lah yang sangat berperan besar dalam kehidupan. Banyak orang yang IQ nya diatas rata-rata mampu menggapai kesuksesan dengan meningkatkan kemampuan social intelligence ini.
Individu yang cerdas secara sosial biasanya juga cerdas emosional. Individu yang mudah menyatu serta berkontribusi dalam lintas sektoral akan mengesampingkan kepentingan pribadi sehingga mampu mencurahkan energi positif bagi lingkungan kerjanya dan pencapaian tujuan organisasi karena tidak dibatasi oleh ruang dan waktu maupun batasan-batasan yang ada sehingga mampu terhubung serta dapat berkoordinasi dalam segala kondisi.
Menurut Karl Albrecht terdapat lima faktor dalam kecerdasan sosial yaitu sebagai berikut:
  1. Situational awareness. Situational awarness atau kesadaran situasional merupakan suatu kemampuan memahami, peka, peduli dan tanggap terhadap kondisi lingkungan sekitar, baik di lingkungan kerja maupun tempat lainnya. Apabila seseorang memiliki kecerdasan situasional yang tinggi, maka seseorang akan mudah beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi dalam organisasi baik budaya kerja, tanggungjawab, beban kerja, ritme kerja ataupun perubahan lain dilingkungannya.
  2. Presence. Presence atau kemampuan membawa diri, merupakan kemampuan seseorang dalam etika berpenampilan, berbicara atau komunikasi verbal, termasuk bagaimana gerakan tubuh ketika sedang berbicara dan mendengarkan orang lain atau yang disebut komunikasi non verbal. Setiap orang pada saat terjadi interaksi dengan orang lain melalui percakapan atau komunikasi, tentunya akan meninggalkan impresi yang berbeda, karena apa yang ditampilkan dan diucapkan melalui komunikasi verbal maupun non verbal akan meninggalkan kesan atau makna secara keseluruhan tentang diri kita. Ketika seseorang berbicara dengan intonasi yang lembut tetapi dengan jari telunjuk mengarah kepada lawan bicara, tentunya maknanya berbeda dengan ketika orang tersebut berbicara tanpa menunjuk ke arah lawan bicara.
  3. Authenticity. Autentisitas atau sinyal yang terpancar dari perilaku seseorang yang membuat orang lain melakukan penilaian, apakah orang tersebut layak dipercaya (trusted), bagaimana kejujurannya, bagaimana keterbukaan orang tersebut, dan apakah orang tersebut mampu menunjukkan ketulusan. Faktor ini merupakan faktor penting karena akan menunjukkan apakah orang tersebut memiliki hati yang mulia dan bermartabat.
  4. Clarity. Clarity atau kejelasan merupakan kemampuan seseorang dalam menyampaikan gagasan secara alami dan jelas dengan cara persuasif sehingga orang lain menerimanya tanpa merasa terpaksa. Seringkali ketika kita memiliki ide yang baik dan bermanfaat bagi orang lain di sekitar kita, namun karena ide yang kita sampaikan kurang jelas, maka rekan kerja maupun orang disekitar kita tidak berhasil diyakinkan dengan ide yang disampaikan. Kita perlu mengartikulasikan isi pikiran kita dengan jernih dan jelas bagi orang yang mendengarnya bukan jelas menurut pandangan kita sendiri.
  5. Empathy. Empati merupakan kemampuan untuk memahami kebutuhan dan pemikiran orang lain, kemampuan mendengarkan dan memahami perasaan dan kondisi orang lain. Apabila pemahaman kita semakin kuat terhadap kebutuhan, gagasan ataupun kondisi orang disekitar maka kita akan semakin mudah membangun relationship yang berkualitas dengan rekan kerja dan orang lain yang berada disekitar kita.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar