Jika,
Mengenalmu kuyakini sebagai takdir
Lalu mengapa sikapmu masih getir?
Salahkah,
Bila aku begitu percaya
Kau yang akan menyembuhkan luka
Coba sebentar saja
Lihat aku ayolah
Aku disini tolehlah
Jangan mencari
Jodohmu disini,
Aku.
-irmanisa-
Ketahuan.
Time to lifeskill. Sekolahku memang rutin mengadakan lifeskill jalan-jalan ke ibukota
Provinsi untuk menyaksikan pertunjukan seni yang nantinya akan dijadikan bahan untuk mata pelajaran seni. Untuk
beberapa kelas, kami dibagi kedalam beberapa kelompok. Pagi buta aku sudah
sibuk mencari namaku pada lima bis depan sekolah. Reina Zhifa Anisa:Bis 3,
kemudian aku membaca daftar nama di atasku. No.14 Muhammad Dirgantara Zeo
Putra. OMG! Aku dan Gaga berada pada
bis yang sama.
Tanpa
ragu aku memasuki bis. Perjalanan yang biasa aja menurutku. Banyak kejadian dan
hal-hal seru dalam bis, but aku ga
ngerasa ada yang seru tuh. Sedikit penasaran dengan Gaga, aku menoleh ke bagian
belakang bis. Mencari sosok manusia
songong yang sombong itu cukup sulit, tertutup dengan teman-teman yang lain. Tapp!! Sial, aku kepergok sedang
mencarinya. Dia menatapku biasa saja. Aku tertunduk, lalu memalingkan
pandanganku. Sepanjang jalan aku hanya diam mendengarkan suara heboh anak-anak
lain. Aku bukan pendiam, hanya saja aku tidak suka perjalanan ini. Beberapa kali
aku mendengar suara lelaki itu di belakang sedang tertawa, respect ingin melihat ke belakang, tapi aku malu.
Aku
masih asik denga diamku, ponsel ku dan permen karet dimulutku. Sampai akhirnya
tiba di lokasi, aku seperti tidak ada gairah untuk mengikuti kegiatan yang
membosankan ini. Angin pantai memanjakan badan dan panas terik yang menyekik,
aku duduk di gazebo tepi pantai. Memandang ombak yang beradu di bawah sengatan
sinar matahari. Sruppppp, aku
menyruput es kelapa mudaku. Seketika pandanganku menoleh ke sudut sana
mendengar suara tertawa itu. Bengong, aku masih memandanginya tertawa.
Baju
putih bercampur biru yang dia kenakan cukup membuatnya semakin manis, ditambah
lagi blangkon di kepala yang aku sendiri bingung apa maksudnya memakai blangkon
itu. Cukup lucu, membuatku ketagihan dan tak ingin mengakhiri pandanganku
padanya. “ahhh sial, manis sekali lelaki
songong itu”. Gumamku dalam hati. Aku masih memandanginya dari kejauhan
berharap dia tidak menoleh ke arahku sebab aku malu kalau harus dua kali
kedapatan memperhatikannya.
Jalan
pulang, badanku terasa berat dan lelah. Wahai waktu, aku berharap agar cepat
berlalu. Permen karet yang aku makan sudah terasa hambar. Aku membuangnya lewat
candela bis. Upsssss, permen yang
kubuang tidak keluar dan nyangkut di kursi bis. Auto aku cemas dan aku harus
bagaimana ini? Tidak mungkin aku mengambilnya, seketika aku pura-pura tidak
terjadi apa-apa. Dengan rada tidak bersalah, aku kura-kura dalam perahu alias
pura-pura tidak tahu. Aku menoleh kanan kiri, sepertinya aman. Tidak ada yang
tahu aku yang melakukan ini. Beberapa saat kemudian, kursi belakang kembali
heboh karena permen karet ulahku tadi. Menempel di salah satu celana anak
kelas. Aku mencoba keep calm dong,
beberapa dari mereka terlihat mencaci si pembuat olah. “Bego banget si jadi orang” “ulah siapa nih” “awas aja ketemu orangnya”
“ga ada otak apa ya”. Dalam hati aku tertawa. Aku yakin mereka tidak akan
tahu aku pelakunya.
Masih
dalam ribut soal permen karet tadi, aku merasa ada yang memandangiku diam-diam.
Aku mencari siapa yang tengah memperhatikanku. Kudapati lelaki itu tengah
melihatku. Sejak tadi rupanya, mengapa? Pikirku. Aku masih melihatnya, dia
masih menatapku penuh curiga. Sepertinya dia tau sesuatu, ah siall jangan jangan dia tau yang terjadi sebelum kehebohan ini. “Lain
kali kalau buang permen karet hati-hati biar ga merugikan orang lain” bisik
Gaga padaku.
“Sssstttttt,
jangan bilang siapa-siapa” jawabku pelan.
Aku terdiam,
malu. Mengapa harus lelaki itu yang melihatnya? Kurasa awalnya aman-aman saja. Ternyata
diam-diam dia memperhatikanku? Ah aku terlalu pede untuk berpikir seperti ini.
Mengapa aku senang dia berbicara padaku? Rasa apa ini? Apa ini masuk dalam scenario
takdir? Tapi mengapa sikapnya masih getir? Atau aku benar-benar telah tertarik
pada laki-laki songong yang sombong itu. Apa dia juga tertarik padaku? Ahh semoga
saja begitu. Aku tersenyum kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar