Jumat, 07 Desember 2018

Part 2 #Ketahuan


Jika,
Mengenalmu kuyakini sebagai  takdir
Lalu mengapa sikapmu masih getir?
Salahkah,
Bila aku begitu percaya
Kau yang akan menyembuhkan luka
Coba sebentar saja
Lihat aku ayolah
Aku disini tolehlah
Jangan mencari
Jodohmu disini,
Aku.
-irmanisa-

Ketahuan.
Time to lifeskill. Sekolahku memang rutin mengadakan lifeskill jalan-jalan ke ibukota Provinsi untuk menyaksikan pertunjukan seni yang nantinya akan  dijadikan bahan untuk mata pelajaran seni. Untuk beberapa kelas, kami dibagi kedalam beberapa kelompok. Pagi buta aku sudah sibuk mencari namaku pada lima bis depan sekolah. Reina Zhifa Anisa:Bis 3, kemudian aku membaca daftar nama di atasku. No.14 Muhammad Dirgantara Zeo Putra. OMG! Aku dan Gaga berada pada bis yang sama.
Tanpa ragu aku memasuki bis. Perjalanan yang biasa aja menurutku. Banyak kejadian dan hal-hal seru dalam bis, but aku ga ngerasa ada yang seru tuh. Sedikit penasaran dengan Gaga, aku menoleh ke bagian belakang  bis. Mencari sosok manusia songong yang sombong itu cukup sulit, tertutup dengan teman-teman yang lain. Tapp!! Sial, aku kepergok sedang mencarinya. Dia menatapku biasa saja. Aku tertunduk, lalu memalingkan pandanganku. Sepanjang jalan aku hanya diam mendengarkan suara heboh anak-anak lain. Aku bukan pendiam, hanya saja aku tidak suka perjalanan ini. Beberapa kali aku mendengar suara lelaki itu di belakang sedang tertawa, respect ingin melihat ke belakang, tapi aku malu.
Aku masih asik denga diamku, ponsel ku dan permen karet dimulutku. Sampai akhirnya tiba di lokasi, aku seperti tidak ada gairah untuk mengikuti kegiatan yang membosankan ini. Angin pantai memanjakan badan dan panas terik yang menyekik, aku duduk di gazebo tepi pantai. Memandang ombak yang beradu di bawah sengatan sinar matahari. Sruppppp, aku menyruput es kelapa mudaku. Seketika pandanganku menoleh ke sudut sana mendengar suara tertawa itu. Bengong, aku masih memandanginya tertawa.
Baju putih bercampur biru yang dia kenakan cukup membuatnya semakin manis, ditambah lagi blangkon di kepala yang aku sendiri bingung apa maksudnya memakai blangkon itu. Cukup lucu, membuatku ketagihan dan tak ingin mengakhiri pandanganku padanya. “ahhh sial, manis sekali lelaki songong itu”. Gumamku dalam hati. Aku masih memandanginya dari kejauhan berharap dia tidak menoleh ke arahku sebab aku malu kalau harus dua kali kedapatan memperhatikannya.
Jalan pulang, badanku terasa berat dan lelah. Wahai waktu, aku berharap agar cepat berlalu. Permen karet yang aku makan sudah terasa hambar. Aku membuangnya lewat candela bis. Upsssss, permen yang kubuang tidak keluar dan nyangkut di kursi bis. Auto aku cemas dan aku harus bagaimana ini? Tidak mungkin aku mengambilnya, seketika aku pura-pura tidak terjadi apa-apa. Dengan rada tidak bersalah, aku kura-kura dalam perahu alias pura-pura tidak tahu. Aku menoleh kanan kiri, sepertinya aman. Tidak ada yang tahu aku yang melakukan ini. Beberapa saat kemudian, kursi belakang kembali heboh karena permen karet ulahku tadi. Menempel di salah satu celana anak kelas. Aku mencoba keep calm dong, beberapa dari mereka terlihat mencaci si pembuat olah. “Bego banget si jadi orang” “ulah siapa nih” “awas aja ketemu orangnya” “ga ada otak apa ya”. Dalam hati aku tertawa. Aku yakin mereka tidak akan tahu aku pelakunya.
Masih dalam ribut soal permen karet tadi, aku merasa ada yang memandangiku diam-diam. Aku mencari siapa yang tengah memperhatikanku. Kudapati lelaki itu tengah melihatku. Sejak tadi rupanya, mengapa? Pikirku. Aku masih melihatnya, dia masih menatapku penuh curiga. Sepertinya dia tau sesuatu, ah siall jangan jangan dia tau yang terjadi sebelum kehebohan ini. “Lain kali kalau buang permen karet hati-hati biar ga merugikan orang lain” bisik Gaga padaku.
“Sssstttttt, jangan bilang siapa-siapa” jawabku pelan.
Aku terdiam, malu. Mengapa harus lelaki itu yang melihatnya? Kurasa awalnya aman-aman saja. Ternyata diam-diam dia memperhatikanku? Ah aku terlalu pede untuk berpikir seperti ini. Mengapa aku senang dia berbicara padaku? Rasa apa ini? Apa ini masuk dalam scenario takdir? Tapi mengapa sikapnya masih getir? Atau aku benar-benar telah tertarik pada laki-laki songong yang sombong itu. Apa dia juga tertarik padaku? Ahh semoga saja begitu. Aku tersenyum kecil.


bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar